Networking dan Religiusitas

Networking dan Religiusitas

Oleh Nurul Rizka Arumsari
Mahasiswi Program Studi Doktor Ilmu Manajemen
Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Infojateng.id – Teori Jaringan Sosial menurut Granovetter adalah sebuah relasi yang longgar (weak ties) yang seringkali menjadi sumber informasi dan peluang bisnis lebih luas dibandingkan hubungan dekat. Weak ties menjembatani antara kelompok yang berbeda sehingga menciptakan akses ke informasi baru. Teori networking secara umum mengacu pada proses membangun dan memelihara hubungan sosial yang bermanfaat, baik dalam konteks pribadi, profesional, maupun organisasi. Dalam dunia modern, networking sangat penting dalam pengembangan karier, kolaborasi, penyebaran informasi, hingga membentuk komunitas yang saling mendukung.

Islam sangat menekankan pentingnya hubungan antar manusia (hablum minannas) sebagai bagian dari pengamalan iman. Networking dalam Islam tidak semata-mata dilandasi kepentingan duniawi, tetapi juga memiliki dimensi ukhrawi yang menjunjung tinggi nilai keikhlasan, silaturahmi, dan tolong-menolong. Prinsip dalam networking yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, antara lain: Silaturahmi sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadis dalam bentuk menjaga hubungan dan mendatangkan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim). Selanjutnya ukhuwwah Islamiyah yaitu persaudaraan sesama muslim menjadi fondasi penting dalam menjalin hubungan yang dilandasi iman dan kasih sayang, bukan hanya kepentingan. Pada konteks networking, jaringan yang dibangun harus membawa kebaikan dan menjauhkan dari kemungkaran atau biasa kita sebut dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dalam Islam, niat dalam membangun hubungan harus bersih dari niat riya atau murni hanya demi keuntungan semata.

Etika dalam berjejaring sangat dijaga dalam Islam. Beberapa nilai moral yang harus dijunjung tinggi dalam networking antara lain: Kejujuran (shidq): Informasi yang disampaikan dalam jejaring harus benar dan tidak menipu. Amanah: Menjaga kepercayaan dalam relasi dan tidak menyalahgunakan koneksi untuk merugikan pihak lain. Adil: Tidak memanfaatkan hubungan untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain atau menjatuhkan kompetitor secara tidak sehat.

Pada sejarah Islam, Rasulullah SAW sendiri merupakan contoh nyata praktik networking yang efektif. Sebelum dan sesudah kenabian, beliau membangun hubungan sosial, ekonomi, dan spiritual yang kuat dengan berbagai kalangan, termasuk kabilah-kabilah Arab, para pedagang, dan tokoh-tokoh penting masyarakat. Hal ini memudahkan dakwah Islam menyebar dengan cepat dan diterima luas. Dalam konteks ekonomi Islam, networking sangat penting dalam membangun ekosistem bisnis syariah yang adil dan beretika. Hal ini tercermin dalam konsep muamalah yang menekankan keadilan, transparansi, dan saling menguntungkan.

Networking dalam Islam tidak hanya menjadi sarana untuk meraih kesuksesan dunia, tetapi juga sebagai bentuk ibadah yang mendekatkan kepada Allah SWT. Jaringan yang dibangun atas dasar iman, keikhlasan, dan akhlak mulia akan membawa keberkahan, memperkuat ukhuwah, dan menjadi sarana menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. (Redaksi)

Source link

epson

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *